Adventure Time - Marceline
 photo Leelou Blogs free social icons blogger blue_zps5bp2wbfc.png photo Leelou Blogs free social icons Instagram blue_zpsy04xtrhg.png photo Leelou Blogs free social icons Twitter blue_zpshnxwyndx.png photo Leelou Blogs free social icons Facebook blue_zpsvrnnm8an.png

Kamis, 17 Desember 2015

A Horrible Smile on Rainy Day

Gambar beberapa anak pekerja "ojek payung" 
Kiranya tak ada kata yang pantas untuk menggambarkan kondisi anak –anak ini. Memang senyum itu kembali menyeruak dari wajah polos mereka sesaat setelah beberapa orang asing itu menyodorkan pecahan lima ribuan ataupun sepuluh ribuan ke mereka. Tapi, tahukah mereka akan bahaya besar yang sebenarnya sedang mengintai mereka?
“ojek payung teh?” Ucapan semacam ini memang begitu familiar ditelinga kita, terutama di saat hujan turun dengan derasnya seperti sekarang di tambah lagi di tempat saya menetap sekarang adalah daerah yang memang menjadi destinasi pariwisata.
Lebih dekat dengan mereka, inilah yang membuat mata saya begitu terbuka lebar dan lebih memiliki rasa empati terhadap apa yang sedang terjadi di sekeliling saya. Saya memang anak yang hidupnya berkecukupan. yah, walaupun tidak berlebihan.
 Dinginnya udara malam ini ditambah sejuknya udara karena diluar sedang di guyur hujan kiranya sangat cocok untuk sejenak berbaring sembari melepaskan semua penat karena aktivitas padat yang telah dijalani satu hari ini. Unfortunately, pulang dan berbaring  adalah hal yang tidak bisa saya lakukan, saya terjebak di salah satu kios kecil yang berada di trotoar jalan dekat Mall besar yang berada di daerah Bandung kota saat ingin pulang ke tempat yang memang telah menjadi destinasi saya setahun belakangan ini. Manik mata saya berulangkali menangkap pemandangan itu malam ini, pemandangan yang tidak pernah saya jumpai sebelumnya di tempat saya dibesarkan dan dilahirkan yaitu Banjarmasin, pemandangan yang mengantarkan saya pada sesuatu yang mungkin terlihat biasa tapi sebenarnya bagi pribadi saya sendiri sangat luar biasa dan agak menyayat hati. Entah kenapa perasaan empati itu tiba-tiba muncul ketika melihat beberapa anak-anak yang hanya mengenakan setelan kaos dan celana pendek itu hilir mudik mengantarkan penumpang ke tujuan mereka.
“ojek payung teh?” Tanya seseorang anak yang tiba-tiba menghampiri dan membuyarkan pikiran saya.
“boleh.” Ucap saya sambil menganggukkan kepala, akhirnya dia menyerahkan payungnya kepada saya dan anak itu sendiri berjalan dibelakang saya dengan kondisi kehujanan.
“kamu sekolah?”
“iya teh.” Sahutnya singkat.
“berarti besok sekolah dong, kenapa gak istirahat? Nanti sakit gak bisa sekolah.”
“nggak akan teh, udah biasa kok kayak gini.”
“kamu gak takut ini kan udah malem, terus hujan gini keliaran sama orang yang gak dikenal, entar kalo seandainya diculik atau terjadi sesuatu yang buruk gimana?”
 “kalo nggak gini, kami dapet uang jajan dari mana teh? Emang ada orang yang mau ngasih uang ke kami secara cuma-cuma? cuma ini yang bisa kami lakuin buat menghasilkan uang.”
“emang orang tua gak ngasih?”
“aku punya adik yang juga harus dibiayain teh sekolahnya.” Saya anggukkan kepala tanda mengerti, sepintas masih tidak habis pikir di umur mereka yang masih bau kencur mereka sudah diajarkan untuk mandiri, dan mengerti akan kondisi orang tuanya. sambil menatap mereka dengan penuh empati dan simpati saya sodorkan uang sepuluh ribuan ke anak itu seraya mengucapkan terimakasih.
Walau telah sampai saya tidak lantas masuk ke dalam gerbang, dalam diam manik mata ini terus mengekori anak itu, anak yang dengan gagahnya melawan arus air yang sudah mulai meninggi bahkan arusnya yang deras sudah mampu menjatuhkan dan menyeret satu buah sepeda motor yang terparkir di atasnya. Bagaimana bisa tubuh kurus kering mereka melawan kuatnya arus air seperti itu, tidakkah orang tua mereka cemas dengan apa yang terjadi pada anak-anak mereka? Atau ini salah satu bentuk tuntutan di dunia yang memang sudah begitu keras seperti sekarang ini, sampai-sampai anak-anak yang harusnya menghabiskan malam mereka dengan beristirahat untuk mempersiapkan hari esok , harus ikut merasakan kerasnya hidup ini karena mereka telah dididik untuk mandiri di jalan yang sebenarnya memang tidak pantas untuk mereka? memang ada beragam metode untuk mengajarkan anak bersikap mandiri dan melarang anak ini untuk tidak melakukannya bukan ide yang cukup baik karena jika hanya bisa menyarankan tanpa mampu memberikan solusi yang akurat tidak akan ada efeknya. Mungkin ini masalah yang dianggap dan terlihat sepele, tapi ingat yang salah bukan kuantitas penduduk yang tinggi tapi KUALITAS penduduk yang rendah lah masalahnya. Pernikahan terlalu dini akan melahirkan orang tua dengan mental yang tidak siap dan menyebabkan orang tua tidak dapat membesarkan anaknya dengan baik yang hanya akan menjadikan beban untuk Negara kita tercinta ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar