Gambar beberapa anak pekerja "ojek payung" |
Kiranya tak ada kata yang pantas untuk menggambarkan kondisi
anak –anak ini. Memang senyum itu kembali menyeruak dari wajah polos mereka
sesaat setelah beberapa orang asing itu menyodorkan pecahan lima ribuan ataupun
sepuluh ribuan ke mereka. Tapi, tahukah mereka akan bahaya besar yang
sebenarnya sedang mengintai mereka?
“ojek payung teh?” Ucapan semacam ini memang begitu familiar
ditelinga kita, terutama di saat hujan turun dengan derasnya seperti sekarang di
tambah lagi di tempat saya menetap sekarang adalah daerah yang memang menjadi destinasi
pariwisata.
Lebih dekat dengan mereka, inilah yang membuat mata saya
begitu terbuka lebar dan lebih memiliki rasa empati terhadap apa yang sedang
terjadi di sekeliling saya. Saya memang anak yang hidupnya berkecukupan. yah,
walaupun tidak berlebihan.
Dinginnya udara malam
ini ditambah sejuknya udara karena diluar sedang di guyur hujan kiranya sangat cocok
untuk sejenak berbaring sembari melepaskan semua penat karena aktivitas padat
yang telah dijalani satu hari ini. Unfortunately,
pulang dan berbaring adalah hal yang
tidak bisa saya lakukan, saya terjebak di salah satu kios kecil yang berada di
trotoar jalan dekat Mall besar yang berada di daerah Bandung kota saat ingin
pulang ke tempat yang memang telah menjadi destinasi saya setahun belakangan
ini. Manik mata saya berulangkali menangkap pemandangan itu malam ini,
pemandangan yang tidak pernah saya jumpai sebelumnya di tempat saya dibesarkan
dan dilahirkan yaitu Banjarmasin, pemandangan yang mengantarkan saya pada
sesuatu yang mungkin terlihat biasa tapi sebenarnya bagi pribadi saya sendiri
sangat luar biasa dan agak menyayat hati. Entah kenapa perasaan empati itu
tiba-tiba muncul ketika melihat beberapa anak-anak yang hanya mengenakan
setelan kaos dan celana pendek itu hilir mudik mengantarkan penumpang ke tujuan
mereka.
“ojek payung teh?” Tanya seseorang anak yang tiba-tiba menghampiri
dan membuyarkan pikiran saya.
“boleh.” Ucap saya sambil menganggukkan kepala, akhirnya dia
menyerahkan payungnya kepada saya dan anak itu sendiri berjalan dibelakang saya
dengan kondisi kehujanan.
“kamu sekolah?”
“iya teh.” Sahutnya singkat.
“berarti besok sekolah dong, kenapa gak istirahat? Nanti
sakit gak bisa sekolah.”
“nggak akan teh, udah biasa kok kayak gini.”
“kamu gak takut ini kan udah malem, terus hujan gini
keliaran sama orang yang gak dikenal, entar kalo seandainya diculik atau
terjadi sesuatu yang buruk gimana?”
“kalo nggak gini,
kami dapet uang jajan dari mana teh? Emang ada orang yang mau ngasih uang ke
kami secara cuma-cuma? cuma ini yang bisa kami lakuin buat menghasilkan uang.”
“emang orang tua gak ngasih?”
“aku punya adik yang juga harus dibiayain teh sekolahnya.” Saya
anggukkan kepala tanda mengerti, sepintas masih tidak habis pikir di umur
mereka yang masih bau kencur mereka sudah diajarkan untuk mandiri, dan mengerti
akan kondisi orang tuanya. sambil menatap mereka dengan penuh empati dan
simpati saya sodorkan uang sepuluh ribuan ke anak itu seraya mengucapkan
terimakasih.
Walau
telah sampai saya tidak lantas masuk ke dalam gerbang, dalam diam manik mata ini
terus mengekori anak itu, anak yang dengan gagahnya melawan arus air yang sudah
mulai meninggi bahkan arusnya yang deras sudah mampu menjatuhkan dan menyeret
satu buah sepeda motor yang terparkir di atasnya. Bagaimana bisa tubuh kurus
kering mereka melawan kuatnya arus air seperti itu, tidakkah orang tua mereka
cemas dengan apa yang terjadi pada anak-anak mereka? Atau ini salah satu bentuk
tuntutan di dunia yang memang sudah begitu keras seperti sekarang ini, sampai-sampai
anak-anak yang harusnya menghabiskan malam mereka dengan beristirahat untuk
mempersiapkan hari esok , harus ikut merasakan kerasnya hidup ini karena mereka
telah dididik untuk mandiri di jalan yang sebenarnya memang tidak pantas untuk
mereka? memang ada beragam metode untuk mengajarkan anak bersikap mandiri dan
melarang anak ini untuk tidak melakukannya bukan ide yang cukup baik karena
jika hanya bisa menyarankan tanpa mampu memberikan solusi yang akurat tidak
akan ada efeknya. Mungkin ini masalah yang dianggap dan terlihat sepele, tapi
ingat yang salah bukan kuantitas penduduk yang tinggi tapi KUALITAS penduduk
yang rendah lah masalahnya. Pernikahan terlalu dini akan melahirkan orang tua
dengan mental yang tidak siap dan menyebabkan orang tua tidak dapat membesarkan
anaknya dengan baik yang hanya akan menjadikan beban untuk Negara kita tercinta
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar