Adventure Time - Marceline
 photo Leelou Blogs free social icons blogger blue_zps5bp2wbfc.png photo Leelou Blogs free social icons Instagram blue_zpsy04xtrhg.png photo Leelou Blogs free social icons Twitter blue_zpshnxwyndx.png photo Leelou Blogs free social icons Facebook blue_zpsvrnnm8an.png

Rabu, 13 Januari 2016

Lesson learned [Just be true with who “You” are]

Tulisan ini dibuat tepat sehari setelah aku berkunjung ke sebuah “keluarga Malaikat” yang mengajarkanku banyak hal. Mengapa dikatakan demikian? Dimulai dari seorang wanita paruh baya yang selalu tersenyum dalam kesederhanaannya, kesabarannya dan kebesaran hatinya menerima semua yang telah menjadi garis takdirnya, yang membuat aku bertanya-tanya, jikalau di kemudian hari aku menerima hal yang sama apakah aku cukup mampu setegar dan sekuat dirinya? membiarkan bibirku untuk tidak mengetahui kesedihan yang ada di dalam hatiku. Begitu pula dua malaikat yang dikirimkan Tuhan kepada beliau, anak laki-laki yang menjadi teman aku beberapa tahun belakangan ini yang tidak pernah aku sangka sebelumnya merupakan lelaki yang benar-benar tulus menunjukkan jati dirinya dan membuatku cukup malu sebagai seorang wanita dan kakak, disusul gadis belia cantik berumur tiga belas tahun yang diberikan Tuhan banyak kelebihan lewat kekurangannya, mengajarkanku arti bersyukur dan begitu banyak hal yang tidak bisa dijelaskan di rumah itu. Mungkin aku tidak akan menjelaskan secara terperinci siapa orang yang kali ini menjadi topik pembicaraanku, karena aku sadar ini privasi dan aku minta maaf sebesar-besarnya kalau tindakan ini terkesan mengganggu, tanpa maksud apapun aku hanya ingin berterimakasih atas pelajaran tidak langsung tentang penerimaan kehidupan selama hampir 1 hari.

Pagi itu, memang cukup menjengkelkan di saat cuaca yang cukup terik aku dan teman wanitaku harus berjalan ke pasar untuk membeli berbagai macam bahan masakan ditambah harus berjalan kaki pula. sempat terbesit pikiran jelek akan beberapa anak lelaki di kelas yang mungkin bersifat “selfish” dan lagi sama seperti biasanya janji yang dibuat itu selalu berakhir dengan keterlambatan hampir dua jam. Ya, Hari ini sebelum benar-benar berpisah sekitar tiga minggu karena libur ujian Akhir kami satu kelas memutuskan untuk ngeliwet {tradisi makan bareng dengan menu khas Sunda} mengingat begitu banyak hal buruk yang terjadi di kelas karena kurangnya komunikasi antar persona. Tapi, ternyata acara ini mungkin acara sepihak karena antusiasme yang dirasakan pada tiap-tiapnya berbeda.
Sebelumnya, kami memilih mengadakan acara di rumah teman yang selanjutnya aku sebut “A” dipilihnya rumah A bukannya tanpa alasan, hampir semua tinggal di kos-kosan, susahnya mencari tempat yang strategis dan saat A menawarkan rumahnya diiming-imingi jambu klutuk kami pun meng-iya-kannya. Dari 24 anggota ternyata yang ikut berpartisipasi hanya dua belas orang, memang sangat – sangat mengecewakan karena itu artinya mereka yang aku anggap Precious thing tidak demikian dengan apa yang mereka pikirkan, atau mungkin mereka sedang sibuk. Tapi ternyata acara berjalan out of my prediction benar-benar terlihat sisi lain dari masing-masing individu yang aku percaya semua orang memiliki kepribadian menarik bahkan dari sisi pendiamnya sekalipun. Dari yang memiliki kepribadian Ekstrovert hingga Introvert pun berbaur menjadi satu kesatuan harmoni yang tak pernah terbayangkan sebelumnya olehku.

Sesampainya di Rumah A, aku tidak terlalu kaget melihat keadaan adik kecilnya karena sebelumnya sempat diberitahu oleh temanku. Tapi yang membuatku kaget the ways they treat Her yang membuat aku sangat ingin mengatakan betapa beruntungnya dia dilahirkan di tengah keluarga hangat seperti itu. Secara pribadi, Ayah dan mama bukanlah orang yang dingin, mereka sangat peduli dan sayang dengan anak mereka, mereka lah yang selalu menjadi alasan mengapa aku harus tetap berjuang dan lebih baik dari mereka, mereka yang mengajarkan aku untuk menghargai dan bermanfaat untuk orang lain, mengajarkan aku untuk tidak hanya berani bermimpi tetapi terus berlari bukan berjalan seperti yang dilakukan orang pada umumnya dan selalu bangkit saat terjatuh. tetapi terkadang karena keseriusan itu mereka lupa berbicara hal – hal kecil yang sifatnya hati ke hati untuk mengetahui semua isi hati anaknya. Sebenarnya mulut ini ingin bertanya banyak hal ketika beberapa kali memiliki kesempatan berbincang dengan si Ibu, tetapi entah kenapa semua pertanyaan selalu tercekat di tenggorokan dan pikiran “bagaimana jika” itu selalu muncul. Diluar dugaan ternyata ibu lebih mengerti dan menjelaskan keadaannya yang membuat aku semakin berdecak kagum karena ucapan itu bukan seperti keluhan melainkan rasa syukur atas ujian yang telah diberikan kepadanya. Kalau harus aku gambarkan ibu sudah lulus menjadi wanita, istri sekaligus ibu. Mungkin si Ibu berusia sekitar 45 tahun dengan kepribadian yang sangat hangat, sabar dan ramah. Beliau beberapa tahun belakangan menjadi tulang punggung keluarga dengan membuka counter kecil di depan rumahnya, suami beliau meninggal 8 tahun lalu ketika anak pertamanya si A duduk di bangku sekolah Dasar, ketika ditanya penyebabnya beliau mengatakan karena Kanker hati yang disebabkan kecapekan dan pola makan yang tidak teratur, as a reminder for my self yang benar-benar “menghargai waktu” tidak mampu membedakan antara memaksimalkan usaha dan memforsir diri hingga berujung kepada mendzalimi diri. Ibu juga rela melepaskan karirnya untuk mendidik dan membesarkan anaknya. sedangkan aku, dengan ambisi yang ingin mengejar karir dulu baru menikah hampir melupakan kodrat aku sebagai wanita. anak ke duanya sekarang berumur tiga belas tahun dan dia memiliki paras manis dengan mata yang belo dan wajah yang putih bersinar dia cukup spesial dengan kekurangannya, mungkin dia hanya bisa berbaring dan duduk di kursi roda, tidak bisa mengenyam pendidikan layaknya putri seusianya, dia juga tidak bisa mengungkapkan isi hatinya, memberikan respon dengan bahasa lisan ataupun tulisan tapi senyum itu telah menjelaskan semuanya. Mungkin ini cara Tuhan untuk menjadikanmu bidadari di surga, mengingat tak terhitung berapa kali sepasang kaki sempurna yang aku miliki melangkah ke tempat yang tidak diridhoiNya, seringnya mulut ini menyakiti hati seseorang secara lisan, seringnya tangan ini berbuat sesuatu yang berisifat merusak, Astaghfirullahaladzim. Dan bahkan tanpa belajar kamu mengajarkan kami banyak hal, betapa malunya ketika yang mengenyam pendidikan tinggi berseragam dan rapih ternyata harus mengakhiri sisa hidupnya di dalam Bui. Naudzubillahimindzalik. Bu, aku doakan agar kelak anak mu tumbuh menjadi anak yang sukses dunia dan akhirat, menjadi anak yang mampu mengantarkanmu ke JannahNya.
Ketika kami tiba si Ibu ternyata hampir menyelesaikan masakannya untuk kami, padahal kami hanya berniat untuk meminjam tempat dan menggunakan bahan – bahan masakan sendiri hasil urunan tetapi si ibu telah menyiapkan semuanya dari beras hingga lauk, sekali lagi aku berdecak kagum. Tak lama anak kedua ibu yang sedang berbaring di lantai langsung mengeluarkan suara tanpa melihat ke arah kami, mungkin karena keributan yang kami buat “Kenapa De, seneng ya banyak orang..” tanya si Ibu, kemudian anak itu kembali memberikan respon yang sama tepat setelah ibu menjawab. Selain itu saat sedang membicarakan bahwa dia sudah tidak rewel di ruang tengah dia langsung memberikan respon seperti mengetahui apa yang sedang kami bicarakan. Ternyata ikatan batin antara ibu dan anak lebih kuat dari bahasa lisan yang bahkan memiliki serangkaian proses untuk bisa di interpretasikan. Beberapa kali aku menghampirinya bertanya sedang apa, film apa yang sedang ditonton walaupun mungkin untuk orang awam seperti aku hal seperti ini cukup baru, dan membutuhkan kesabaran. Berbeda halnya dengan temanku yang berkali-kali terlihat menghampiri adiknya dan benar-benar mengasuh dengan tulus dan penuh cinta. Aku kembali berkaca mungkin aku lebih buruk dari temanku yang kupikir buruk, hampir dua tahun aku merantau ke kota orang tapi aku aku tidak pernah menanyakan kabar adikku, bagaimana sekolahnya, harinya, temannya, apakah ada masalah atau tidak karena berbedanya perilaku kami, bahkan aku selalu memarahi ketika dia tidak dapat mengerjakan soal yang ku berikan, aku tidak pernah berusaha berbicara dari hati ke hati menanyakan mengapa ia memberontak dengan semua sistem yang ada, tidak pernah kubiarkan dia berbuat sesukanya karena aku takut dia salah dalam mengambil keputusan, layaknya mamah aku selalu menuntutnya untuk menjadi seperti aku dan kakak, begitu banyak hal yang harus ku perbaiki mengingat mulai sombongnya diri yang sebenarnya rapuh ini.
Dan lagi hanya melihat dan bertemu di kampus selama ini membuat aku melihat dan menyimpulkan apa yang terlihat dan terlintas, jika harus jujur terkadang aku berfikir buruk karena jarangnya temanku ini hadir dalam perkuliahan, aku sempat berpikir apa mereka yang tidak masuk kuliah itu tidak merasakan penyesalan? Saat mereka sadar berbuat salah kenapa tidak berusaha memperbaiki dengan memaksakan diri? Karena saat mereka memutuskan untuk melakukan sesuatu terlepas dari terpaksa atau tidak, kita harus komitmen dan bertanggung jawab. Dan lagi, setiap orang tua menggantungkan harapan yang sangat besar pada setiap anak yang dibesarkannya walaupun itu tidak selalu terucap secara lisan, tidak perlu menunggu sukses untuk membahagiakan mereka, bahagiakan mereka sekarang di jalan yang kita bisa karena tidak ada yang menjamin sedetik kemudian nafas itu masih dimiliki oleh keduanya. Jangan sampai selalu penyesalan yang datang, kita tidak selalu perlu di tampar untuk sadar.

Dalam sehari itu begitu banyak hal berharga yang aku dapat yang ternyata tidak aku dapatkan dalam perkuliahan yang telah berlangsung satu setengah tahun dengan kurang lebih 64 SKS, bahkan dengan dosen yang telah menempuh pendidikan di luar Negeri sekalipun. Pelajaran tentang kehidupan yang tidak akan pernah berakhir kecuali kembali bersatunya tubuh ini dengan materi penyusunnya tanah, pelajaran yang hanya bisa kita dapatkan dengan memunculkan sikap empati terhadap lingkungan. Tidak perlu melankolis dulu untuk menjadi baik dan mengerti karena manusia adalah makhluk pengamat yang akan selalu bertanya dan mencari tau hal apa yang terjadi di sekelilingnya, tinggal memilih apa hanya untuk sekedar tau, atau dijadikan pembelajaran. Sekarang aku belajar dan aku ingin kalian pun ikut merenungkan jangan sampai kelebihan yang diberikanNya menjadi kelemahan dan kekuranganmu dengan bersikap paling benar dan cenderung sombong.

1 komentar:

1 komentar:

Leni Dwi Indriyani mengatakan...

Good job 👏👏👏👏👏👏

Posting Komentar